Pengujian bahan
DI SUSUN OLEH
Imaniah
M.ED.Dienulhasanal
Haq
Muslim
Roli
Gunadi
Septera
JURUSAN
TEKNIK MESIN
POLITEKNIK
NEGERI SRIWIJAYA
2013 / 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Ilmu logam adalah ilmu
mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan berdasarkan teori
saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.
Pengujian bahan logam
saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan, bangunan, maupun
bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah,
sehingga pengetahuan tentang metalurgi terus berkembang.
Untuk mengetahui
kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan pemilihan bahan
yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk
membuktikan suatu teori yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang
metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga ditentukan jenis bahan maupun
dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya yang lebih
tepat. Disamping tidak mengabaikan faktor biaya produksi dan
kualitasnya.
Adapun pengujian yang akan kita lakukan adalah:
Uji Kekerasan
Uji Jomini
Uji Struktur Mikro
Uji Impak
Uji Tarik
B. MAKSUD
DAN TUJUAN
1. Maksud
Pengujian
Melalui praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :
a)
Mengenal alat
pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-sifatnya.
b)
Untuk
mengetahui parameter - parameter pengujian
c)
Untuk
mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan
penggunaanya didalam praktek.
d)
Mengetahui
sifat – sifat karakteristik dan spesifik dari material logam.
e)
Mempratekkan
teori – teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum
pengujian material
f)
Melengkapi syarat
mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.
g)
Menambah
pengetahuan dan kemampuan menyusun suatu laporan.
2. Tujuan Pengujian
Melalui pengujian ini
diharapkan dapat mengetahui sifat – sifat logam seperti sifat mekanik, sifat
fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk
menerima beban atau gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa
sifat mekanik antara lain :
KEKUATAN (
STRENGHT )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa menyebabkan bahan menjadi patah, kekuatan ini terdiri dari : kekuatan
tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain sebagainya.
KEKERASAN (
HARDNESS )
Menyatakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap
goresan, pengikisan
( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan
aus ( wear resistance ).
KEKENYALAN ( ELASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanent setelah tegangan
dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka perubahan bentuk akan
terjadi walaupun beban dihilangkan.
KEKAKUAN (
STIFNESS )
Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau
beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk atau defleksi.
PLASTISITAS ( PLASTICITY )
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah
deformasi plastis ( yang permanent ) tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan ( ductility ).
KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan atau banyaknya energi yang
diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.
MERANGKAK ( CREEP )
Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami
deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu pada saat menerima beban
yang besarnya relatif besar.
KELELAHAN (
FATIQUE )
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila
menerima tegangan berulang – ulang yang besarnya masih jauh dibawah batas
kekuatan elastisnya.
BAB II
PENGUJIAN
BAHAN
A.
SIFAT
MEKANIS BAHAN
1. Sifat mekanis logam
Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan kepadanya. Dimana beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir,atau beban kombinasi.beberapa sifat mekanis logam antara lain:
Ø Kekuatan (strenght)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah.
Ø Kekerasan (hardness)
Dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan , pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance).
Ø Kekenyalan (elasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan.
Ø Kekakuan (stiffness)
menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi.
Ø Plastisitas (plasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis (yang permanen) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan atau kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan atau kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet atau kenyal (ductile).
B. PENGUJIAN BAHAN
Melalui pengujian kita dapat mengetahui sifat – sifat mekanik logam dan sifat fisik lainnya.Seperti kekerasan,kekuatan,kekenyalan,kekakuan dan plastisitas bahan.Adapun jenis pengujiannya antara lain:
1. Sifat mekanis logam
Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan kepadanya. Dimana beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir,atau beban kombinasi.beberapa sifat mekanis logam antara lain:
Ø Kekuatan (strenght)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah.
Ø Kekerasan (hardness)
Dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan , pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance).
Ø Kekenyalan (elasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan.
Ø Kekakuan (stiffness)
menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi.
Ø Plastisitas (plasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis (yang permanen) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan atau kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan atau kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet atau kenyal (ductile).
B. PENGUJIAN BAHAN
Melalui pengujian kita dapat mengetahui sifat – sifat mekanik logam dan sifat fisik lainnya.Seperti kekerasan,kekuatan,kekenyalan,kekakuan dan plastisitas bahan.Adapun jenis pengujiannya antara lain:
1.
Pengujian
Destruktif
Sesuai
dengan namanya pengujian ini bersifta merusak bahan yang diuji sehingga bahan
yang diuji akan rusak atau cacat. Bahan yang diuji adalah bahan yang telah
memenuhi bentuk dan jenis secara internasional .
umumnya
ada beberapa pengujian destruktif yaitu:
1.1 Pengujian Kekerasan
Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui
nilai kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu
metode tertentu.
Pengujian kekerasan ini bertujuan :
1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.
2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu
kekerasan dari logam setelah di Heat
Treatment.
3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan.
4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media
pendingin.
Pengertian Kekerasan
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk
logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi
plastik atau deformasi permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai
ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran
kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan
perlakuan panas dari suatu logam.
Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara
pengujian ketiga jenis tersebut adalah:
1.
Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah
kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang terdapat pada benda kerja.
misalnya cara pengujian MOHS.
2.
Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ),
adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang terdapat pada benda
kerja.
3.
Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan
dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari
hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.
Misalnya cara penekanan : BRINELL, MEYER,
VICKERS, ROCKWELL, dan lain-lain.
Penentuan kekerasan
untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran ketahanan
penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah
satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada
benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok
pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena
kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus berbanding terbalik dengan
kekerasan.
-
Pengaruh Proses
Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan
Macam-masam proses perlakuan panas
1. Thermal
Treatments.
2. Thermochemical
Treatment.
3. Inovatif
Surface Treatment.
Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda pada
kekerasan misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap
kekerasan hanya pada kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang
diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan panas yang
digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full
annealing, recrystalization annealing, stress relief annealing ), normalizing,
hardening, tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai,
sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:
1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa
waktu, lalu dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat
kekerasan akan meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu
proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur martensite yang keras dengan
sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.
2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan
tegangan dalam. Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments
dipanasi kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.
3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai
temperature tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan,
kemudian didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan
tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu
kritis ( ±60 oC ), kemudian setelah suhu rata didinginkan diudara.
4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur
butiran yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu
kritis 721 oC ( ±60 oC ), kemudian setelah merata
didinginkan diudara.
Pada percobaan kita menggunakan proses annealing yang bertujuan :
Melunakkan regangan sisa
Menghaluskan ukuran butir
Memperbaiki sifat kelistrikan
Melunakkan dan memperbaiki keuletan
Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing.
Full annealing digunakan untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan
butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki machineability. Baja
dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi.
Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang
baik. Maka butiran kristal tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.
Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60
oC diatas A1 pada dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan
didinginkan secara lambat ( dengan media udara ), sedangkan pada baja
hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60 oC
diatas garis A1.
- Macam
– macam Pengujian Kekerasan Yang Dilakukan
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah penekanan-penekanan tertentu pada
benda kerja dengan bahan tertentu dengan mengukur ukuran penekanan yang
berbentuk diatasnya :
a. Metode Brinel
b. Metode Vickers
c. Metode Rockwell
Pengujian yang paling banyak dipakai
adalah penekanan-penekanan tertentu pada benda kerja dengan bahan tertentu
dengan mengukur ukuran penekanan yang berbentuk diatasnya :
a. Metode Brinel
b. Metode Vickers
c. Metode Rockwell
Metode
yang dilakukan pada pengujian ini adalah Metode Brinell dan Metode Vickers.
a) Uji Kekerasan Rockwell
Pengujian Rockwell
merupakan suatu uji untuk mengetahui tingkat kekerasan. Tingkat kekerasan
yang di uji adalah tingkat kekerasan logam baik logam ferrous maupun logam
non ferrous dengan menggunakan alat Rockwell Hardness Tester.
-
Flowchart
Uji
Kekerasan Rockwell
Berikut ini adalah flowchart metodologi pengambilan
data untuk praktikum ini:
Gambar 3.1 Flowchart Pengambilan
Data Uji Kekerasan 29
Penjelasan Flowchart Metodologi pengambilan data
pada simulasi adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan
Material Logam ferrous (baja karbon) dan logam non ferrous (alumunium
dan tembaga).
2.
Memotong
Memotong bahan yang akan diuji.
3.
Mengerinda
/ mengikir Menghaluskan permukaan bahan uji yang telah dipotong.
4.
Mengamplas
Menghaluskan bahan uji dari amplas berukuran 100 sampai dengan 1000 sampai
permukaan benda rata.
5.
Uji
Kekerasan (rockwell) Baja Karbon, Alumunium, dan Tembaga Menguji bahan
uji dengan alat Rockwell, yaitu untuk kelompok logam ferrous
menggunakan indentor kerucut diamond 120o dan untuk kelompok logam non
ferrous menggunakan indentor steel ball berukuran Ø 1/16”.
6.
Pengambilan
data Mengambil data yang dihasilkan pada saat menguji bahan, yaitu dengan
menetukan beban yang diberikan, dimana untuk baja menggunakan jenis HRa dengan
beban yang diberikan 60KP, untuk logam ferrous baja yang telah dilakukan
kalibrasi menggunakan jenis HRc dengan beban yang diberikan 150KP, logam non
ferrous alumunium dan tembaga menggunakan jenis HRb dengan beban yang
diberikan 100KP.
7.
Analisa
Menganalisa hasil pengambilan data, yaitu membandingkan hasilnya untuk kelompok
logam ferrous dan logam non ferrous untuk dicari mana yang paling
keras.
8.
Kesimpulan
Menarik kesimpulan menurut tujuan yang telah ditentukan.
b)
Metode Pengujian Brinel
Pengujian
dengan metode ini dilakukan dengan memberikan penekanan kepermukaan suatu
speciment uji. Penekanan ini dilakukan dengan menggunakan suatu penekan
(indentor) berbentuk bola.
Prosedur pengujian Brinell yaitu :
1.
Menentukan besar beban sesuai jenis dan ketebalan
bahan.
2.
Memasang indentor pada dudukannya.
3. Specimen uji diletakkan pada landasan dengan posisi
penampang tegak lurus terhadap indentor.
4.
Menaikkan landasan sampai specimen dan indentor
bersinggungan.
5.
Melakukan penekanan sampai beban yang telah
ditentukan.
6.
Pemberian holding time selama :
a) 15 detik untuk besi dan baja.
b) 30 detik untuk tembaga dan paduannya.
c) Beberapa menit untuk timah timbel dan paduannya.
7.
Menghilangkan beban dari specimen.
8.
Menghitung diameter bekas indentasi.
9.
Menghitung nilai kekerasan sesuai rumus
Setelah dapat nilai kekerasan Brinnell ( HB )
penulisannya adalah sebagai
berikut :
HB = A HB C / D /
E
Dimana ; HB = symbol
nilai kekerasan Brinell.
A = hasil perhitungan dari
rumus.
C = besar pembebanan yang
dikenakan .
D = diameter indentor.
E = holding time dalam detik.
Misal : 120 HB 10 / 1000 / 5”
mempunyai arti nilai kekerasan
brinall : 120
diameter
indentor
: 10
besar
beban
: 1000
Data
Kekerasan Brinell.
Bahan
: ST 37
Media pendingin : Air
Dimensi
: - panjang : 15
mm
- diameter : 10 mm
Mesin
penguji : Mesin
Brinell Hardness Tester
Tabel 2.1
Kekerasan Brinell
No
|
Suhu
( oC
)
|
Bahan
|
Beban (F)
( Kg )
|
D
( mm )
|
d
( mm )
|
Kekerasan
( HB )
|
1
2
3
4
|
725
750
798
800
|
ST 37
ST 37
ST 37
ST 37
|
1000
1000
1000
1000
|
10
10
10
10
|
3,4
2,8
2,8
2.6
|
106,869
159,235
159,235
176,928
|
Rumus
Kekerasan brinell
HB =
HB1 = =
106,869 HB
HB2 = = 159,235 HB
HB3 = =
159,235 HB
HB4 = = 176,928
HB
c)
Metode Pengujian Vickers
Kekerasan ini diukur
dengan mempergunakan alat penguji vickers. Dalam pengujian ini dipakai piramid
dimana dengan sudut bidang duanya 136o sebagai penekan.
Hasil pengujian tidak
tergantung pada besarnya beban / gaya tekan. Alat ini dapat mengukur kekerasan
bahan mulai dari sangat lunak ( 5 VHN ) sampai yang sangat keras ( 1500 VHN ),
tanpa perlu mengganti daya tekan dapat dipilih
antara 1 – 120 Kg tergantung kekerasan atau
ketebalan bahan yang diuji.
Kekerasan vickers pada prinsipnya sama dengan kekerasan brinell, yaitu beban
dibagi luas tapak penekanan.
Rumus Kekerasan Vickers :
HV = =
Dimana :
F
: Force
( Kgf )
D
: Diagonal Tapak ( mm )
Ó¨
: Sudut puncak identor ( 136 º )
Prosedur pengujian Vickers yaitu :
1)
Menentukan beban yang akan digunakan.
2)
Memasang indentor piramida intan.
3)
Meletakkan specimen pada landasan sehingga
penampangnya tegak lurus terhadap indentor.
4)
Menyetel ketinggian atau kenaikan specimen, agar
seratnya terlihat pada microscope kemudian menggeser posisi sensor dengan
indentor.
5)
Melakukan penekanan dengan menekan tombol start.
6)
Menuggu speciment ditekan sampai lampu holding padam.
7)
Mengeser posisi indentor dengan sensor kembali,
kemudian menghitung diagonal batas penekanan yang terjadi.
8)
Menghitung nilai kekerasan yang sesuai dengan rumus.
Data
Kekerasan Vickers.
Bahan
: ST 37
Holding
: 6 menit
Media pendingin : Air
Dimensi
: - Panjang : 15 mm
- diameter : 10
mm
Mesin penguji
: Mesin Vickers Hardness Tester
Tabel 2.6
Kekerasan Vickers
No
|
Suhu
(oC)
|
Bahan
|
Beban ( F )
( Kg )
|
Diagonal ( d )
( mm )
|
Kekerasan
( HV )
|
1
2
3
4
|
725
750
798
800
|
ST 37
ST 37
ST 37
ST 37
|
3 0
30
30
30
|
0,5935
0,5515
0,538
0,546
|
191,79
182,868
192,456
186,57
|
Rumus Kekerasan vickers
HV = 1,854
HV1 = 1,854 = 191,79
HV
HV2 = 1,854 = 182,868 HV
HV3= 1,854 =
192,456 HV
HV4 = 1,854 =
186,57 HV
1.2. Pengujian
Tarik
Pengujian
ini merupakan proses pengujian yang biasa dilakukan karena pengujian tarik
dapat menunjukkan perilaku bahan selama proses pembebanan. Pada uji tarik ,
benda uji diberi beban gaya tarik , yang bertambah secara kontinyu, bersamaan
dengan itu dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji.
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu
material, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap
material tersebut. Dalam dunia industri tentu akan menjadi sangat boros bila
dilakukan pengujian dari setiap barang yang ingin diketahui sifat mekaniknya.
Lalu apa yang dilakukan oleh orang-orang di industri? Mereka melakukan
pengujian terhadap spesimen dari barang yang ingin mereka ketahui sifat
mekaniknya. Ada beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat material, antara lain; uji tarik (tensile test), uji tekan
(compression test), uji torsi/ puntir(torsion test), uji fatigue, dll. Dari
sekian pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui sifat material, uji
tarik menjadi pengujian yang paling disukai untuk dilakukan karena dari satu
pengujian dapat diketahui lebih banyak sifat material dari satu pengujian
tersebut. Dalam artikel kali ini, penulis akan sedikit membahas tentang
pengujian tarik dan sifat-sifat material apa saja yang bisa diketahui dari uji
tarik.
Uji
tarik mungkin dapat dikatakan pengujian yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan telah mengalami standarisasi di seluruh
dunia, baik dari metode pengujian, bentuk spesimen yang diuji dan metode
perhitungan dari hasil pengujian tersebut. Dengan menarik suatu material secara
perlahan-lahan, kita akan mengetahui reaksi dari material tersebut terhadap
pembebanan yang diberikan dan seberapa panjang material tersebut bertahan
sampai akhirnya putus.
Gbr 1.Skema pengujian tarik dari awal pembebanan
- Mengapa melakukan Uji Tarik?
Dari uji tarik, banyak sifat-sifat yang bisa kita
ketahui dibandingkan dengan pengujian lain. Dari hasil penarikan material
hingga material tersebut putus, kita dapat mengetahui data yaitu berupa
tegangan tarik versus pertambahan panjang dari material yang kita
uji.
Gbr 2. Gambaran singkat uji tarik dan tegangan yang
terjadi
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan
maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya
disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam
bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.
Hukum Hooke (Hooke’s
Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari
uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus
dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear
zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan
Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan
(stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Stress: σ =
F/A F: gaya
tarikan, A: luas penampang
Strain: ε =
ΔL/L ΔL: pertambahan panjang, L:
panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ / ε
Selanjutnya kita dapatkan Gambar, yang merupakan
kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah
gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan
regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus
Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan
antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS
(SS curve).
Gbr 3.Kurva tegangan-regangan
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen
dengan dimensi seperti pada gambar di bawah ini.
Gbr 4. Standar specimen yang digunakan
Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur
regangan (strain gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti
diilustrasikan pada gambar di atas. Bila pengukur regangan ini mengalami
perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang
dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan regangan.
Gbr 5. Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen
2. Detail
profil uji tarik dan sifat mekanik logam
Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test
secara lebih detail. Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang
didapatkan dari uji tarik dapat digeneralisasi seperti pada Gbr.6.
Gbr.6 Profil data hasil uji tarik
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat
mekanik bahan dengan berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada Gbr.6.
Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai
dengan arah panah dalam gambar.
Deformasi plastis (plastic
deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.6 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.6 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy (upper
yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly (lower
yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh εy (yield
strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic
strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic
strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total
strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum
TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Pada Gbr.6 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Pada Gbr.6 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (fracture
strength)
Pada Gbr.6 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Pada Gbr.6 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara
perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.7).
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.7).
Gbr.7 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk
kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress)
adalah Pa (Pascal, N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.
3. Istilah lain
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang
penting seputar interpretasi hasil uji tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat ketangguhan (toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Pengerasan regang (strain
hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Tegangan sejati , regangan sejati (true
stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.8.
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.8.
Gbr.8 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan
sebenarnya
Referensi:
- Material Testing (Zairyou Shiken). Hajime Shudo.
Uchidarokakuho, 1983.
- Material Science and Engineering: An Introduction.
William D. Callister Jr. John Wiley&Sons, 2004.
- Strength of Materials. William Nash. Schaum’s
Outlines, 1998.
- Artikel bapak Azhari Sastranegara
Langkah
pengujian kekuatan tarik sebagai berikut :
a.
Menyiapkan kertas milimeter block dan letakkan kertas tersebut pada plotter.
b. Benda uji
mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik diawali 0 kg
hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda tersebut.
c.
Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang benda
uji setelah putus.
d. Gaya atau
beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat pada layar
digital dan dicatat sebagai data.
e. Hasil
diagram terdapat pada kertas milimeter block yang ada pada meja plotter.
f. Hal
terakhir yaitu menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, perpanjangan, reduksi
penampang dari data yang telah didapat dengan menggunakan persamaan yang ada.
Gambar 22.
Mesin uji tarik.
Keterangan
gambar :
1. Batang
hidrolik 3. Ragum atas 5. Pembacaan skala
2. Dudukan
ragum 4. Ragum bawah 6. Meja plotter
1.3 Pengujian
lengkung (Bending Test)
Pengujian
ini merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang diletakkan terhadap
specimen dan bahan, baik bahan yang akan digunakan pada kontraksi atau komponen
yang akan menerima pembebanan terhadap suatu bahan pada satu titik tengah dari
bahan yang ditahan diatas dua tumpuan.
Uji lengkung
( bending test ) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu
suatu material secara visual. Selain itu uji bending digunakan untuk mengukur
kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las baik di
weld metal maupun HAZ. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada
beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Kekuatan tarik ( Tensile Strength )
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
3. Tegangan luluh ( yield ).
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu transversal bending dan longitudinal bending.
1. Kekuatan tarik ( Tensile Strength )
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
3. Tegangan luluh ( yield ).
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu transversal bending dan longitudinal bending.
a. Transversal Bending.
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan. Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian transversal bending dibagi menjadi tiga :
1. Face Bend ( Bending pada permukaan las )
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik. Apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fussion line (garis perbatasan WM dan HAZ ).
2. Root Bend ( Bending pada akar las )
Dikatakan roote bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ)
3. Side Bend ( Bending pada sisi las ).
Dikatakan side bend jika bending dilakukan pada sisi las .
Pengujian ini dilakukan jika ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
b. Longitudinal Bending
Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :
• Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
• Root Bend (Bending pada akar las)
Dikatakan root bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan .Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Ø Kriteria kelulusan uji bending
Untuk dapat lulus dari uji bending maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan.
2. Keretakan maksimal 10 mm dari jumlah semua keretakan terbesar antara 1mm – 3 mm.
3. Keretakan sudut maksimal 6 mm. kecuali keretakan berasal dari beberapa jenis retak maka keretakan maksimal 3mm.
Untuk dapat lulus dari uji bending maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan.
2. Keretakan maksimal 10 mm dari jumlah semua keretakan terbesar antara 1mm – 3 mm.
3. Keretakan sudut maksimal 6 mm. kecuali keretakan berasal dari beberapa jenis retak maka keretakan maksimal 3mm.
1.4. Uji
impact
Uji
impact dilakukan untuk menentukan kekuatan material sebagai sebuah metode uji
impct digunakan dalam dunia industry khususnya uji impact charpy dan uji impact
izod. Dasar pengujian ini adalah penyerapan energy potensial dari pendulum beban yang mengayun dari suatu
ketinggian tertentu dan menumbuk material uji sehingga terjadi deformasi.
Ø Sistem Pengujian Pukul Takik
1.
Uji Charphy
Benda
uji diletakkan secara mendatar dan ditahan pada sisi kiri & kanan. Kemudian
benda dipukul pada bagian belakang takikan, letaknya persis di tengah.Takikan
membelakangi pululan.
2.
Uji Izod
Benda
uji dijepit pada satu ujungnya pada posisi tegak. Lalu benda uji ini dipukul
dari sisi depan pada sisi ujung yang lain
Macam-Macam
Patahan :
1.
Patahan getas :
Patahan
yang tejadi pada bahan yang getas.
misal
: besi tuang
2.
Patahan liat :
Patahan
yang terjadi pada bahan yang lunak.
misal
: baja lunak, tembaga dsb
3.
Patahan campuran :
Patahan
yang terjadi pada bahan yang cukup kuat, namun ulet.
misal
: pada baja temper
1.5. Uji struktur
Uji
struktur mempelajari struktur material logam untuk keperluan pengujian material
logam dipotong-potong kemudian potongan diletakkan dibawah dan dikikisdengan
material alat penggores yang sesuai. Untuk pemeriaksaan =nya dilakuakan dengan
alat pembesar ataupun mikroskop elektronik.
-
Pengujian
dengan larutan ETSA
Tujuan
dari pengujian ini adalah untuk memeperjelas batas butir yang ada pada suatu
material karena larutan etsa akan memeberi warna tambahan pada batas butir.
Namun larutan ini dapat merusak batas butir tersebut.,bertujuan juga untuk mengetahui struktur mikro logam
serta sifat – sifatnya. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh Heat
Treatment terhadap perubahan struktur mikro dan perubahan sifat logam serta
membandingkannya dengan sifat mekanik yang diinginkannya.
1.5.1. Teori
Dasar
Sifat – sifat logam,
terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur logam disamping
komposisi kimianya. Misalnya suatu logam atau paduan (dengan komposisi
kimia tertentu) akan mempunyai sifat mekanik yang berubah – ubah, bila struktur
mikronya diubah.
Struktur mikro dapat diubah dengan jalan memberikan proses
perlakuan
panas atau Heat Treatment pada logam atau logam paduan, selain proses perlakuan
panas, proses deformasi juga dapat mengubah struktur mikro dari logam
atau logam paduan. Dalam pemeriksaan metalografi ini akan
dilakukan dahulu perlakuan panas, kemudian dilakukan pemeriksaan
struktur mikro pada beberapa sample.
Pada
pengujian ini menggunakan ST-37 dengan cara dilaku panaskan dengan thermal
treatment yang mana terdiri dari annealing ( full annealing, annealing);
normalizing, hardening ,tempering.
Transportasi fasa yang terjadi pada saat pemanasan recrystalization, annealling
stress relif dalam proses fullannealing.
Baja dipanaskan tepat pada Temperatur kritis ( A1 ),
belum tampak adanya perubahan struktur mikro.
baja dipanaskan tepat melewati temperatur kritis (7230
C ) akan mengalami reaksi eutektoid, yaitu lamel-lamel ferrit dan sementit dari
perlit akan bereaksi menjadi austenit.
Perlit ( ferrit sementit ) = austeneaksi ini
berlangsung pada temperatur konstan temperatur tidak akan naik sampai seluruh
ferrit dan sementit dalam perlit habis menjadi austenit.
Setelah perlit habis maka mulai terjadi kenaikan
temperatur, maka ferrit hypoeutektoid akan mengalami transformasi allotropik (
ferrit BBC menjadi ferrit FCC ), transformasi ini berlangsung pada temperatur
konstan. Transfomasi allotropik berlangsung bersamaan dengan naiknya
temperatur, makin tinggi temperatur makin banyak ferrit yang bertransformasi
menjadi austenit.
Ferrit hypouetektoid telah berubah seluruhnya menjadi
austenit ketika tempertur mencapai titik kritis A3.
Pada saat penahanan temperature dengan waktu tertentu
akan terjadi difusi oleh atom-atom untuk menghomogenkan austenit yang
terbentuk.. Pada saat perbandingan austenit akan bertransformasi kembali,
sehingga struktur mikro yang terbentuk sesuai dengan laju perbandingan,
misalnya perlit kasar, perlit halus, bainit bawah, bainit atas, martensit dsb.
Transformasi
pendinginan lambat dengan media udara :
Austenit akan mulai membentuk inti ferrit pada saat
temperature kritis A3 ( inti ferrit pada batas butir austenit )
Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic
dan besi gamma ke besi alpha. Karena ferrit hanya dapat melarutkan sangat
sedikit sekali, maka karbon pada austenit akan semakin banyak bila ferrit
semakin banya terbentuk ( dengan turunnya temperatur ).
Besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan
menurunnya temperature mengikuti garis temperature kritis A3, sehingga pada
saat temperature mencapai temperatur kritis A3, komposisi sisa austenit sama
dengan komposisi eutectoid. Pada temperature ini austenit berubah menjadi
perlit lamellar.
Prosesnya dengan tumbuhnya sementit yang kaya
karbon di perlakukan sejumlah besar karbon dari austenit akan mengalami
kekurangan karbon dan berubah menjadi ferrit. Untuk berubahnya austenit menjadi
ferrit ini dikeluarkan sejumlah karbon yang akan menjadi sementit.
Dengan demikian akan membentuk struktur yang lamellar
yang dinamakan perlit. Perpindahan atom itu berlangsung secara difusi,
karenanya membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu perlit terjadi pada proses
pendinginan yang berlangsung cukup lambat.
Transformasi austenit menjadi perlit ( reaksi
eutectoid ) mengeluarkan sejumlah panas, sehingga reaksi eutectoid berlangsung
pada temperature konstan ( temperature akan turun bila reaksi sudah selesai ).
Saat berada pada temperature kritis transformasi hanya
terjadi pada austenit. Ferrit yang terbentuk sebelumnya ( ferrit hypoeutektoid
) tidak mengalami parubahan.
Pada temperatur yang lebih rendah lagi tidak terjadi
transformasi fase.
Proses
full annealing ini digunakan untuk membuat baja lebih lunak, menghaluskan butir
dan dalam beberapa hal dapat mamperbaiki maehinability. Baja dalam proses
pengerjaan mengalami temperature pengerjaan yang tinggi dan dapat menghasilkan
butiran-butiran kristal yang terlalu besar sehingga sifat mekaniknya kurang
baik. Dengan proses full annealing inilah butiran kristal
tersebutdihaluskan.
2.
Pengujian non-destruktif
Pengujian
ini tidak merusak dan merupakan bagian dari pengujian bahan. Berainana dengan
pengujian destruktif pengujian nendstruktif terdiri dari:
2.1 Penetrant
testing
Yaitu
pengujian yang digunakan untuk melihat keretakan dan perositas dari suatu
bahan. Pengujian dengan penetrant terdiri dari 4 tahap yaitu pembersihan awal,
pemberian penetrant, pembersihan
penetrant, dan pemberian developer. Pengujian ini memiliki keuntungan yaitu
murah dan cepat dilaksanakan.
2.2 Magnetic particle testing
Pengujian
yang juga biasa disebut dengan pengujian menggu-nakan
partikel magnetic ini digunakan untuk diskontinuitas yang ada dipermukaan dan
dekat permukaan. Pengujian ini dapat kita lakukan un-
tuk
melihat keretakan permukaan pada semua logam induk maupun ion, laminasi fusi
yang tidak sempurna, undercut, dan subsurface crack. Jika dibandingkan
dengan uji penetrant, pengujian ini dilakuakn untuk diskontinuitas yang lebih
dalam.
2.3 Ultrasonic
testing
Pengujian
ini menggunakan metode gelombang suara dengan frekuensi tinggi. Keuntungan dari
pengujian ini yaitu dapat dilakukan pada semua bahan dan lebih dalam jika
dibandingkan dengan uji magnetic dan uji penetrasi karena menggunakan pantulan
gelombang.
2.4 Radiography
Yaitu
pengujian dengan menggunakan x-ray untuk mendapatkan gambar dari material.
Prinsipnya sama denagn penggunaan pada tubuh material hanya saja menggunakan
gelombang yang lebih pendek.
-eddy
currentmemiliki prisnsip dasar yang hamper sama dengan teknik medan magnet
tetapi disini medan listrik yang dipancarkan adalah arus bolak-balik.
Prisnsipnya hamper sama denggan impedensi